Laode Muhammad Ahmadi, dalam
Buku Tambaga/Perak berjudul "Assajaru Huliqa Daarul Bathniy Wa Daarul
Munajat", mengatakan bahwa dua puluh tahun sebelum wafatnya Nabi Muhammad
SAW kira-kira tahun 624 Masehi, ketika beliau berada di Madinah dan berkumpul
dengan para sahabat dan terdengarlah dua kali demtuman bunyi begitu keras,
ketika itu pula Rasulullah Muhammad SAW
mengutus Abdul Gafur dan Abdul Syukur yang keduanya merupakan kerabat
dekat Nabi Besar Muhammad SAW untuk mencari
pulau Buton (Al-Bathniy), diapun melanglang buana mencarinya hingga menelan
lamanya waktu pencarian hingga 60 tahun yakni sampai tahun 684 Masehi di
kawasan Asia Tenggara. Nanti kemudian setelah melewati selat pulau Buton
sesudah waktu shalat Magrib barulah dia mendengar suara azan persis sama dengan
suara azan yang dikumandankan di Masjidil Haram Mekkah sewaktu tiba shalat
zhuhur, maka diapun turun dari kapalnya lalu mencari sumber suara azan
tersebut.
Ternyata suara azan tersebut
adalah dikumandankan oleh Husein yang tak lain ialah kerabat dekatnya sendiri
yang dilihatnya muncul dari sebuah lubang ghaib berbentuk kelamin perempuan
terdapat di atas bukit. Lubang ghaib ini tembus ke Ka'bah Baitullah Mekkah.
Didepan lubang ghaib inilah Abdul Gafur meneteskan air matanya merenungkan
kebesaran Allah SWT, seraya mengingat kembali pesan Rasulullah Muhammad SAW
sebelum tinggalkan Madinah, bahwa isyarat tanda inilah telah menunjukkan
disitulah terdapat pulau Al-Bathniy yang dicarinya.
Didepan lubang ghaib inilah
Abdul Gafur bisa melihat secara kasat mata semua yang terjadi di Masjidil Haram
Mekkah, termasuk juga orang yang sedang melakukan azan ketika itu dan diapun
mengenal orang tersebut yang tak lain adalah sanak keluarganya sendiri bernama
Zubair.
Pada Zaman Kerajaan Wa Kaa Kaa
atau nama aslinya Mussarafatul Izzati Al fakhriy yang terjadi pada Abad XIII
yang pusat Kerajaannya di bukit dekat lubang ghaib tersebut. Pusat lubang ghaib
itu berada di wilayah pusat Kerajaan Wa Ka kaa (sekarang Keraton Buton) disucikan dan dipeliharan dengan baik yang
kemudian dijadiakan tempat sakral untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk ghaib
atas kehendak Allah SWT.
Ketika berselang masuknya ajaran
Islam di pulau Buton pada Abad XV yang dibawah oleh Sjech Abdul Wahid, maka
pemerintahan sistem Kerajaan sudah berubah menjadi pemerintahan sistem
Kesultanan dengan sultan pertama Buton bernama Murhum. Maka ketika itu
dibangunlah mesjid Keraton Buton yang mana pusat lubang ghaib tersebut
diletakkan di tengah-tengah dalam ruang mihrab Imam Mesjid Keraton Buton tempat
Imam mesjid memimpin shalat.
Sang Imam mesjid Keratonpun pada
zamannya ketika memimpin shalat lima waktu bisa secara ghaib melihat kejadian
di Masjidil Haram Mekkah seolah-olah dia sedang berada memimpin shalat disana,
sehingga menambah makin khusu'nya sang Imam tersebut dalam memimpin shalat
berjamaah di Mesjid Keraton Buton. Bukan itu saja, Sultan Buton dan para Sara
pemerintahan Sultan Buton apabila ada keperluan dalam kepemerintahannya serta
mau melihat keadaan perkembangan bangsa-bangsa di dunia atau apa saja, maka
dapat mengunjungi lubang ghaib tersebut yang selanjutnya di lubang ghaib
tersebut akan muncul keajaiban atas kehendak Allah SWT guna mengatasi segala
permasalahan yang ada.
Sejak akhir tahun 1970-an,
lubang ghaib yang terdapat di mihrab Imam Mesjid Keraton itu telah ditutup
rapat dengan semen. Hal ini dilakukan
oleh para tokoh adat Keraton mengingat masyarakat umum sudah banyak yang
menyalahgunakan lubang ghaib ini yang dikuatirkan bisa menduakan Tuhan YME atau
murtad. Selain itu juga sebelum ditutupnya lubang ghaib tersebut terjadi
kejadian histeris seorang mahasiswa yang berkunjung ke lubang ghaib ini karena
disini dia melihat kedua orang tuanya yang sudah meninggal yang disayanginya.
Dalam mihrab Imam mesjid Keraton tersebut dibagian atas dari letak lubang ghaib
tersebut terdapat dua gundukan mirip buah dada perempuan gadis. Kedua gundukan
tersebut ketika Imam mesjid Keraton Buton melakukan sijud shalat, maka ketika
sujud dia memegang kedua gundukan mirip buah dada perempuan itu, sedang lubang
ghaib berada dibagian bawa pusarnya atau berada disekitar arah kelamin sang
Imam tersebut.
Lain halnya lubang ghaib yang
terdapat di pulau Wangi-Wangi di bagian timur pulau Buton, tepatnya di desa
Liya Togo letaknya 30 meter dibelakang mesjid Keraton Liya. Pada zamannya
lubang ghaib ini juga dipelihara oleh Raja atau Sara Liya mengingat banyaknya
keajaiban yang dapat dilihat dilubang ghaib tersebut.
Lubang ghaib yang tembus ke
Ka'bah Mekkah yang terdapat di Liya Togo ini sengaja tidak diletakkan di dalam
mesjid Keraton Liya sebagaimana yang terdapat di mihrab mesjid Keraton Buton
sebab tidak boleh dilakukan sama. Sultan Buton apabila mengunjungi Keraton Liya
setelah melakukan shalat di mesjid Keraton Liya, selanjutnya sang Sultan
langsung mengunjungi lubang ghaib tersebut lalu memohon kepada Allah SWT untuk
dapat melihat seluruh keadaan dan kejadian pemerintahannya sehingga dia dapat
melihat secara ghaib untuk menjadi kewaspadaan Sultan.
Kedua lubang ghaib tersebut saat
ini secara spritual sudah tidak terpelihara lagi sehingga kini tinggal kenangan
saja. Hanya dengan penegakan kembali sistem peradaban hakiki Islam dan
penegakan Sara Agama pada masing-masing wilayah barulah mungkin rahasia lubang
ghaib itu bisa berfungsi kembali atas izin Allah SWT.
Diperkirakan lubang ghaib serupa
ini juga terdapat satu buah di Serambih Aceh Sumatera Utara pintu masuk
pertamanya Islam di Indonesia. Sehingga di Indonesia terdapat 3 buah lubang
ghaib yang dibentuk oleh alam atas kehendak sang halik. Berdasarkan petunjuk
spritual di dunia ini terdapat 5 buah lubang ghaib tembus ke Ka'bah Baitullah
Mekkah, 2 di antaranya terdapat di dataran Cina dan dataran Eropah Barat.
Diperlukan penelitian lebih
lanjut untuk menguak kisah ini secara ilmiah oleh para ilmuwan dunia sehingga
dapat ditarik manfaatnya untuk perbaikan kualitas hidup dan kehidupan manusia
dalam penegakan Iman dan Keyakinan kepada Tuhan YME serta pembenaran
perkembangan kemajuan peradaban manusia di muka bumi ini.
0 komentar:
Posting Komentar